Jumat, 28 Februari 2014

ikan patin

Ikan patin merupakan  spesies ikan air tawar jenis meserba yang mendiami kawasan-kawasan sungai dan rawa rawa, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Patin banyak dibudidayakan sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki nilai ekonomi yang bagus. Bentuknya bungkuk, memiliki sirip seperti ikan hiu, dan memiliki kumis yang fungsinya sebagai alat peraba. Patin mengandung banyak sekali lemak ikan dan protein. Patin asam manis dan Patin bakar adalah menu istimewa masyarakat kalimantan.
sumber:http://sang-aruna.blogspot.com/2011/03/ikan-sungai-kalimantan.html

[Graphic8.jpg]
Setelah itu kayaknya hoki lagi demen deketin saya, baru aja nurunin umpan ujung joran ringan yang saya pake langsung bergetar kayak hp, langsung saja saya gentak….., wuih…. Ternyata ikan puyau udah nyantol kayak perangko. Pasang umpan, turunin lagi, ujung joran getar2 lagi, gentak lagi, puyau lagi. Ya udah selanjutnya saya panen ikan puyau dengan size beragam, mulai dari ukuran 2 jari ampe 3 jari. Sempat terjadi kejadian lucu, bu idil yang udah banyak strike ternyata kurungannya jebol karena faktor usia, walhasil ikannya pada syukuran bisa kabur. Tapi mereka tetap ninggalin oleh – oleh (ikan kalibere 1, udang 1, puyau 1, ama salap 1), baek juga nih ikan dalam benak saya. Tapi bu idil masih bisa strike ikan salap ukuran jari dan disusul pak yong dengan size yang sama. Ampe sore terhitung saya dapat ikan puyau sekitar 35 ekor, kalibere 3 ekor, baong 2 ekor, (yang laen juga dapet banyak, tapi dak sempat ngitung) dan saya langsung ngeset pancing untuk mancing ikan baong atau patin (kalo ada), karena kalo malam ikan puyau dan sejenisnya udah mulai berkurang napsu makan umpan. Jadi kita mau coba2 mancing ikan yang agak gedean. Dengan umpan anak udang saya berhasil strike ikan baong duluan (ukuran 2 jari) disusul iyan (tapi lepas pas mau dimasukkin ke keranjang) pak yong masih kurang beruntung, nata apalagi (untung pas saya berhasil strike ikan baong nata saya kasih kesempatan merasakan tarikan ikan baong). Jadi karena strikenya lama, kita mutusin untuk berkemas dan kembali pulang. (diperjalanan ke kota bangun kita sempat melihat beberapa warga setempat yang sedang nyetrum ikan udang pake tenaga aki). Dan sesampainya di rakit depan masjid, kita langsung masukin barang ke mobil dan mampir untuk makan malam diwarung pinggir jalan baru pulang. Nyampe ke tenggarong sekitar pukul 23.00
sumber:https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0dx-w5_dufGINT5O1g6fKw8GFPwKMm_oyweyn7uPvvKiBVL7PTT76OniZWUbx-9YU1Sadhx9DwOkCyh5njr860sj_4YNp_NLlsZ5z7PBemXM55wIvk35o8zOoqgGZsWGkJH2l8vrToi3A/s1600-h/Graphic8.jpg

umpan maunjun

Tabuan
Tabuan
Wanyi, Wanyi Gunung/Wanyi Ganal, Iruan, Karawai  dan Tabuan merupakan Lebah dengan jenis yang berbeda-beda yang diambil lebahnya yang masih muda berupa ulat-ulatnya. Sedangkan cirat adalah anak katak. Masing-masing umpan maunjun ini digunakan untuk iwak (ikan) tertentu, misalnya
Wanyi, Wanyi Gunung/Wanyi Ganal untuk maunjuan papuyu, haruan (gabus), sapat siam.
Iruan untuk maunjun sapat siam, haruan dan papuyu
Ulat Bumbung untuk maunjun ikan Nila, mas, haruan dan papuyu
Cirat untuk maunjun haruan (gabus) dan tauman dengan cara tekhnik mamair
Cacing untuk semua ikan
Iruan untuk memancing semua jenis ikan
Tabuan untuk memancing semua jenis ikan
Karawai untuk memancing semua ikan
Maunjun merupakan kegiatan dan hobby yang sudah membudaya bagi Orang Banjar Pahuluan. Budaya yang patut kita hargai dan lestarikan. Ayo siapa yang handak maunjun . . .
sumber: http://avivsyuhada.wordpress.com/2012/06/08/umpan-maunjun/

ikan haruan

Berkas:Channa stri 060627 7957 jtgno ed resize.jpg 
Ikan haruan adalah sejenis ikan predator yang hidup di air tawar. Ikan ini dikenal dengan banyak nama di pelbagai daerah: bocek dari riau, aruan, haruan, kocolan, bogo, bayong, bogo, licingan, kutuk, kabos dan lain-lain.
sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Channa_stri_060627_7957_jtgno_ed_resize.jpg

Home Utama Radar Kota Radar Banua Banjarbaru Martapura Olah Raga Ekonomi Banjarmasin Tapin Batola Opini Tanah Laut Tabalong Kotabaru Nanang Klelepon Tanah Bumbu Hulu Sungai Utara Lie Tang RBP Budaya dan Sastra Society Kalselteng Balangan Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Radar Bisnis Radar Kampus Radar Muda wawancara Radar Religi Gali Potensi Wisata Melalui Lomba Foto

GOA GUNUNG BATULIS - Salah satu foto peserta lomba foto potensi wisata Balangan.
 
PARINGIN - Dengan struktur topografi yang bermacam-macam terdiri dari daratan, perairan dan perbukitan, banyak keindahan alam yang terdapat di Kabupaten Balangan sehingga mempunyai potensi wisata yang bisa dikembangkan.
Guna menggali lebih dalam mengenai wilayah mana saja yang berpotensi menjadi objek wisata, Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Balangan belum lama tadi menggelar lomba photo potensi wisata Bumi Sanggam.
Kepala Disporabudpar Kabupaten Balangan Yuliansyah melalui Kasi Pariwisata Novi mengakui, tujuan dari lomba photo potensi wisata itu mereka gelar untuk menggali lebih dalam potensi-potensi wisata apa saja di Kabupaten Balangan yang belum terekspose bahkan terjamah.
"Dengan adanya lomba photo ini, kita berharap semakin banyak potensi wisata yang ada di Balangan sehingga bisa lebih dikembangkan, agar menjadi ikon daerah," ucapnya.
Digelar selama satu bulan, meskipun peserta yang mengikuti lomba photo tersebut hanya 15 orang, namun diakui Novi, dari beberapa photo yang dikumpulkan oleh peserta, ada beberapa tempat yang memang belum mereka ketahui lokasinya dan sangat berpotensi untuk dijadikan objek wisata.
Lebih jauh Novi berharap, kedepan semakin banyak warga yang secara sukarela memberitahukan kepada mereka terkait potensi-potensi wisata yang ada di Balangan. Karena kata dia, selain membantu daerah dalam mengasi penghasilan PAD, objek wisata juga tentunya bisa membantu masyarakat sekitar dalam meningkatkan perekonomian keluarga. (why/by/ram)
sumber:http://www.radarbanjarmasin.co.id/berita/detail/61753/gali-potensi-wisata-melalui-lomba-foto.html

Inan panggung kampungku

inan
Berbicara Desa Inan, Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan (dulu Hulu Sungai Utara),pasti akan ingat di sana terdapat sebuah bendungan mini yang disebut warga setempat sebagai “tabat Basar.”
Mengapa lokasi ini begitu dikenal, bukan saja sebagai objek wisata, tetapi juga sebagai lokasi irigasi sederhana pedesaan, sekaligus sebagai berkembang biaknya, ikan sungai dan rawa.
Keunikan lain lagi, dari tabat basar, karena ini hasil karya nenek moyang warga Desa Inan, yang mampu berkarya menciptakan bendungan kecil yang berasal dari sungai setempat yang disebut kali maraup.
Sungai kali marapu yang berhulu ke wilayah Kecamatan Awayan ini, tadinya hanya sungai kecil yang mengalir sebagaimana sungai kecil lainnya.
Tetapi melalui buah karya tetuha masyarakat Inan yang kala itu sekitar 30 tetuha kampung membuat bendungan sederhana yang berhasil menjadi lokasi irigasi pedesaan yang mampu  mengairi ratusan hektare persawahan setempat.
Bukan saja, ribuan ton padi sudah berhasil diproduksi dari hasil pengairan sederhana, tetapi sudah ribuan kwintal ikan dihasilkan dari hasil produksi tabat basar ini dikala tabat ini dikeringkan.
Suasana hiruk pikuk bagaikan pasar, seringkali mewarnai hari demi  hari bahkan berminggu-minggu warga bergerombol mencari ikan di tabat basar ini di kala tabat ini dibuka dan lokasi bendungan mengering hingga ikan terkumpul di lokasi itu.
Susana ini terus berlangsung tahun per tahun, bahkan warga setempat mampu menyediakan makanan “wadi” (ikan yang dipermentasi) hasil dari tangkapan ikan di Tabat Basar ini, hingga bertahun-tahun pula.
Umpamanya saja, bila mencari ikan tahun ini, lalu ikan diwadi, wadinya itu mampu bertahan untuk mencukupi kebutuhan keluarga hingga tahun berikutnya disaat kembali tabat basar dibuka untuk menangkap ikan, kata Mursidi warga Desa Inan, yang kini menetap di Kota Palangkaraya Kalteng.
Ikan yang dihasilkan dari lokasi ini, beraneka ragam ada ikan baung, bakut, lais, puyau, sapat, haruan, tauman, sapat siam, papuyu, patung, junjulung, saluang, sanggiringan, tauman, khung, mihau, kapar,pentet, walut, lampam, dan banyak lagi jenis ikan hidup di lokasi tersebut.
Menangkap ikan warga setempat biasanya dengan cara bakacal, melonta, merinji, mehauk, membandung atau mahancau, menangguk, mangaring, mamancah, maraba, menyarakap, dan banyak lagi cara lainnya.
Saat-saat mencari ikan itu, biasanya warga kosentrasi hanya mencari ikan dan meningglkan usaha rutin seperti menoreh gatah bahuma dan lainnya, agar mereka dapat mengumpukan ikan sebanyak-banyaknya baik untuk makan segar atau diwadi.
Hanya saja dalam mencari ikan, hasil penangkapan warga umum harus dibagi dengan ahli waris pendiri tabat basar ini, dengan sistem bagi dua dan untuk ahli waris tersebut kemudian dibagi lagi untuk keluarga keturunannya.
Kalau dulu pendiri tabat basar sekitar 30 orang kemudian karena beranak pinak maka sekarang ahli waris menjadi 70 orang, kata Mursidi.
Kendati hasil penangkapan dibagi dua tetapi masyarakat umum tetap bersemangat menangkap ikan di lokasi itu, karena hasilnya masih melimpah  ruah.
Tetapi seiring perjalanan waktu, lokai bendungan tabat yang disebut kali meraup  terjadi pendangkalan lantaran sidementasi, disamping diserang tanaman gulma, seperti ilung dan kayapu hingga sungai menyampit dan bendungan tertutup oleh gulma dan surut akibat lumpur.
Guna mengembalikan ke kondisi asal, maka proyek rehabilitasi diserahkan kepada pemerintah, lalu oleh pemerintah sungai dikeruk dan tabat diperbaiki.
Tetapi apa nyana, maksud untuk lebih baik ternyata kondisinya tambah patal, dimana bendungan roboh, kondisi sidementasi tidak tambah baik.
Bila dulu masih bisa mengairi persawahan sekarang banyak persawahan yang kering lantaran tidak bisa diairi oleh irigasi sederhana ini.
Pihak warga sudah beberapa kali mengatasi persoalan   ini tetapi kondisinya tambah parah, cerita mencari ikan rame-rame hanya tinggal kenangan, oleh karena itu semua pihak berharap baik pemerintah maupun  masyarakat harus berusaha sekuat tenaga mengembalikan tabat basar tersebut.
sumber:http://hasanzainuddin.wordpress.com/apa-dan-bagaimana-kab-balangan/

Inan panggung kampungku

inan
Berbicara Desa Inan, Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan (dulu Hulu Sungai Utara),pasti akan ingat di sana terdapat sebuah bendungan mini yang disebut warga setempat sebagai “tabat Basar.”
Mengapa lokasi ini begitu dikenal, bukan saja sebagai objek wisata, tetapi juga sebagai lokasi irigasi sederhana pedesaan, sekaligus sebagai berkembang biaknya, ikan sungai dan rawa.
Keunikan lain lagi, dari tabat basar, karena ini hasil karya nenek moyang warga Desa Inan, yang mampu berkarya menciptakan bendungan kecil yang berasal dari sungai setempat yang disebut kali maraup.
Sungai kali marapu yang berhulu ke wilayah Kecamatan Awayan ini, tadinya hanya sungai kecil yang mengalir sebagaimana sungai kecil lainnya.
Tetapi melalui buah karya tetuha masyarakat Inan yang kala itu sekitar 30 tetuha kampung membuat bendungan sederhana yang berhasil menjadi lokasi irigasi pedesaan yang mampu  mengairi ratusan hektare persawahan setempat.
Bukan saja, ribuan ton padi sudah berhasil diproduksi dari hasil pengairan sederhana, tetapi sudah ribuan kwintal ikan dihasilkan dari hasil produksi tabat basar ini dikala tabat ini dikeringkan.
Suasana hiruk pikuk bagaikan pasar, seringkali mewarnai hari demi  hari bahkan berminggu-minggu warga bergerombol mencari ikan di tabat basar ini di kala tabat ini dibuka dan lokasi bendungan mengering hingga ikan terkumpul di lokasi itu.
Susana ini terus berlangsung tahun per tahun, bahkan warga setempat mampu menyediakan makanan “wadi” (ikan yang dipermentasi) hasil dari tangkapan ikan di Tabat Basar ini, hingga bertahun-tahun pula.
Umpamanya saja, bila mencari ikan tahun ini, lalu ikan diwadi, wadinya itu mampu bertahan untuk mencukupi kebutuhan keluarga hingga tahun berikutnya disaat kembali tabat basar dibuka untuk menangkap ikan, kata Mursidi warga Desa Inan, yang kini menetap di Kota Palangkaraya Kalteng.
Ikan yang dihasilkan dari lokasi ini, beraneka ragam ada ikan baung, bakut, lais, puyau, sapat, haruan, tauman, sapat siam, papuyu, patung, junjulung, saluang, sanggiringan, tauman, khung, mihau, kapar,pentet, walut, lampam, dan banyak lagi jenis ikan hidup di lokasi tersebut.
Menangkap ikan warga setempat biasanya dengan cara bakacal, melonta, merinji, mehauk, membandung atau mahancau, menangguk, mangaring, mamancah, maraba, menyarakap, dan banyak lagi cara lainnya.
Saat-saat mencari ikan itu, biasanya warga kosentrasi hanya mencari ikan dan meningglkan usaha rutin seperti menoreh gatah bahuma dan lainnya, agar mereka dapat mengumpukan ikan sebanyak-banyaknya baik untuk makan segar atau diwadi.
Hanya saja dalam mencari ikan, hasil penangkapan warga umum harus dibagi dengan ahli waris pendiri tabat basar ini, dengan sistem bagi dua dan untuk ahli waris tersebut kemudian dibagi lagi untuk keluarga keturunannya.
Kalau dulu pendiri tabat basar sekitar 30 orang kemudian karena beranak pinak maka sekarang ahli waris menjadi 70 orang, kata Mursidi.
Kendati hasil penangkapan dibagi dua tetapi masyarakat umum tetap bersemangat menangkap ikan di lokasi itu, karena hasilnya masih melimpah  ruah.
Tetapi seiring perjalanan waktu, lokai bendungan tabat yang disebut kali meraup  terjadi pendangkalan lantaran sidementasi, disamping diserang tanaman gulma, seperti ilung dan kayapu hingga sungai menyampit dan bendungan tertutup oleh gulma dan surut akibat lumpur.
Guna mengembalikan ke kondisi asal, maka proyek rehabilitasi diserahkan kepada pemerintah, lalu oleh pemerintah sungai dikeruk dan tabat diperbaiki.
Tetapi apa nyana, maksud untuk lebih baik ternyata kondisinya tambah patal, dimana bendungan roboh, kondisi sidementasi tidak tambah baik.
Bila dulu masih bisa mengairi persawahan sekarang banyak persawahan yang kering lantaran tidak bisa diairi oleh irigasi sederhana ini.
Pihak warga sudah beberapa kali mengatasi persoalan   ini tetapi kondisinya tambah parah, cerita mencari ikan rame-rame hanya tinggal kenangan, oleh karena itu semua pihak berharap baik pemerintah maupun  masyarakat harus berusaha sekuat tenaga mengembalikan tabat basar tersebut.
sumber:http://hasanzainuddin.wordpress.com/apa-dan-bagaimana-kab-balangan/

Benteng Tundakan


Dari sekian banyak peninggalan sejarah perjuangan Pangeran Antasari, salah satunya adalah benteng Tundakan. Benteng bersejarah ini berada di kawasan terpencil, tepatnya di Desa Tundakan Kecamatan Awayan yang terletak sekitar 55 kilometer dari pusat Kota Amuntai. Benteng Tundakan merupakan salah satu kawasan yang digunakan pejuang sekitar 1858 hingga 1861.
        Selain itu, bentuk benteng Tundakan tidak sebagaimana yang dibayangkan orang. Tetuha masyarakat di daerah biasa menyebut nama benteng itu dengan istilah "Benteng Tundakan".
 Bagi penduduk di daerah ini, cerita tentang keberadaan benteng Tundakan sudah tidak asing lagi. Karena masih banyak tetuha masyarakat di daerah ini yang mengetahui tentang sejarah keberadaan benteng Tundakan tersebut.
        Konon, benteng Tundakan merupakan salah kawasan yang digunakan para pejuang kemerdekaan. Bahkan benteng Tundakan pernah dijadikan kawasan pertahanan oleh tokoh pejuang Kalsel Pangeran Antasari. Benteng tersebut sempat digunakan oleh para pejuang kemerdekaan sekitar tahun 1858 hingga 1861. Pangeran Antasari bersama pejuang kemerdekaan lainnya seperti Temanggung Jalil pernah menempati benteng tersebut.
        Pada waktu itu, Pangeran Antasari merupakan tokoh pejuang kemerdekaan yang dicari-cari tentara Belanda. Dan untuk menghindari dari adanya upaya penangkapan yang dilakukan tentara Belanda, Pangeran Antasari kemudian bersembunyi di kawasan Benteng Tundakan.
        Keberadaan Benteng Tundakan sempat diketahui tentara Belanda. Hingga akhirnya, benteng tersebut diserang ratusan tentara Belanda sekitar. Dalam penyerangan tersebut, Temanggung Jalil gugur, jasatnya dimakamkan tidak jauh dari kawasan Benteng Tundakan.
     Untuk mengenang tokoh pejuang kemerdekaan tersebut, Pemkab HSU mengharumkan nama Temanggung Jalil menjadi salah satu nama ruas jalan yang ada di kota Amuntai.
        Kalau dilihat sepintas lalu, Benteng Tundakan tidak berbentuk sebagaimana benteng pertahanan untuk perang. Karena benteng tersebut terletak di suatu kawasan pegunungan. Selain itu, bentuk benteng Tundakan hanyalah berupa sebuah gua di bebatuan yang berlubang. Namun di dalam goa itulah, para pejuang berusaha untuk membebaskan rakyat dari kekuasaan penjajah kolonial Belanda.
        Bukti sejarah perjuangan di benteng Tundakan tersebut hingga kini masih tetap dikenang. Walau saat ini yang terlihat hanyalah sebuah bentuk goa yang ditumbuhi rumput liar, namun apa yang dilakukan para pejuang kemerdekaan tentunya akan selalu tetap dikenang.

Makam Datuk Kandang Haji


Salah satu tradisi warga Balangan pada saat lebaran adalah berziarah ke makam Datuk Kandang Haji yang terdapat di Desa Teluk Bayur, Kecamatan Juai.

Datu Kandang Haji adalah salah seorang dari dua orang datu (satunya lagi Datu Sanggul dibagian Selatan Banjarmasin, Tatakan Rantau dan sekitarnya) yang aktif berdakwah, mengajar masyarakat mengaji Alquran dan menghidupkan pelaksanaan shalat Jumat di bagian Utara Banjarmasin (Paringin dan sekitarnya). Beliau wafat dengan meninggalkan Alquran tulisan tangan, sepasang terompah, dan tongkat untuk berkhutbah. Makam beliau terletak di samping masjid yang didirikannya di Paringin (Kabupaten Balangan sekarang)”.
Datu Kandang Haji hidup sezaman dengan Datu Sanggul (Rantau) yang wafat pada tahun 1772 M, karena itu, besar kemungkinan Datu Kandang Haji hidup di era tahun 1760-an dan tahun-tahun sebelumnya.
Datu Kandang Haji aktif menyebarkan Islam di Paringin dan sekitarnya, beliau menyebarkan dan mengajarkan Islam kepada masyarakat Paringin, mengajar mereka mengaji atau membaca Alquran, membimbing kegiatan keagamaan masyarakat (terutama khutbah Jumat), menyalin Alquran, serta memotivasi masyarakat untuk melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan baik, beliau juga menjadi pelopor bagi masyarakat untuk melaksanakan kewajiban shalat Jumat. Shalat Jumat sendiri pada waktu itu
tidak hanya sekadar kewajiban agama, tetapi juga diwajibkan oleh negara, karena itu jika ada yang tidak shalat Jumat, maka mereka akan dikenakan denda.
Datu Kandang Haji adalah ulama yang bertanggung jawab terhadap penyebaran dan pengajaran Islam kepada masyarakat, khususnya wilayah bagian Utara Banjarmasin, yakni Paringin dan sekitarnya ketika itu, karena untuk dakwah di Banjarmasin, martapura, dan sekitarnya sudah diisi oleh ulama kerajaan sedangkan bagian Selatan yakni Tatakan Rantau dan sekitarnya sudah diisi oleh Datu Sanggul.
Pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dipelopori oleh Datu Kandang Haji pada waktu itu tentu saja masih dalam bentuknya yang sederhana, namun walau demikian diyakini bahwa dakwah beliau cukup berhasil, sehingga masyarakat Paringin termasuk kelompok masyarakat yang sudah lama mengenal agama Islam.

sumber:
http://wisatabanua.blogspot.com/2010/11/makam-datuk-kandang-haji.html

Pasar Terapung Muara Kuin


Pasar Terapung di muara sungai Kuin.
Pasar Terapung Muara Kuin adalah pasar terapung tradisional yang berada di atas sungai Barito di muara sungai Kuin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin merupakan pusaka saujana Kota Banjarmasin. Para pedagang dan pembeli menggunakan jukung, sebutan perahu dalam bahasa Banjar. Pasar ini mulai setelah salat Subuh sampai selepas pukul tujuh pagi. Matahari terbit memantulkan cahaya di antara transaksi sayur-mayur dan hasil kebun dari kampung-kampung sepanjang aliran sungai Barito dan anak-anak sungainya.
Para pedagang wanita yang berperahu menjual hasil produksinya sendiri atau tetangganya disebut dukuh, sedangkan tangan kedua yang membeli dari para dukuh untuk dijual kembali disebut panyambangan. Keistemewaan pasar ini adalah masih sering terjadi transaksi barter antar para pedagang berperahu, yang dalam bahasa Banjar disebut bapanduk.
Kini pasar terapung Kuin dipastikan menyusul punah berganti dengan pasar darat. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Kuin harus menelan kekecewaan karena tidak menjumpai adanya geliat eksotisme pasar di atas air.
Kepunahan pasar tradisional di daerah "seribu sungai" ini dipicu oleh kemaruk budaya darat serta ditunjang dengan pembangunan daerah yang selalu berorientasi kedaratan. Jalur-jalur sungai dan kanal musnah tergantikan dengan kemudahan jalan darat. Masyarakat yang dulu banyak memiliki jukung, sekarang telah bangga memiliki sepeda motor atau mobil.

sumber :http://yuva-the.blogspot.com/2013/06/tempat-tempat-wisata-kalimantan-selatan.html